Sat, 02 Jul 2022
MANGUPURA - Ketua Pembina Yayasan Widiatmika, Drs. I Nyoman Sudiatma, M.Pd. menyoroti kondisi pendidikan di Bali saat ini. Hal itu ia sampaikan di depan pengawas saat perayaan kelulusan SMA dan SMK Widiatmika di Hotel Mercure Nusa Dua, 4 Juni 2022 lalu.
"Saya sangat sadar apabila ada sekolah yang gedung saja sudah tidak punya, guru belum jelas, lalu sudah menerima murid. Mau diapakan meraka? Mereka hanya aka melewati waktu tidak berbekal apapun. Kita sedang merusak masa depan mereka," kata Sudiatma yang sudah bergelut dalam dunia pendidikan lebih dari 40 tahun.
Saat siswa tersebut masuk dalam usia produktif, mereka tidak berbekal pengetahuan, keterampilan, bahkan tidak berbekal karakter baik.
"Bagaimana Indonesia dan Bali bisa maju kalau itu yang terjadi?" katanya.
Dirinya yang sudah mengajar di banyak sekolah di Badung dan Denpasar melihat kapasitas kelas tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh Permendikbud hanya demi mengakomodasi kepentingan daerah. Misalnya, kapasitas siswa dalam satu kelas untuk SD seharusnya 28 kini menjadi 35 bahkan 40 siswa.
Sementara kapasitas untuk SMP seharunya maksimal 32 siswa kini berubah menjadi 45. Begitujuga untuk SMA yang kapasitas maksimalnya adalah 36 siswa. Meskipun layanan minimal tersebut tidak terpenuhi, saat akreditasi sekolah tersebut mendapat akreditasi A.
"Dari mana muncul akreditasi A itu? Padahal jumlah siswa dalam satu rombel (rombongan belajar) berpengaruh terhadap standar proses, isi dan lainnya," katanya.
Sudiatma juga mengatakan yang terjadi saat ini malah berbalik 180 derajat. Dimana siswa di sekolah swasta karakternya sangat bagus.
"Saya lihat di sekolah negeri dan ada pengaduan orang tua karena over kapasitas. Sehingga saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan semua pejabat kebakaran jenggot lalu menyalahkan sekolah. Padahal sekolahnya bagus, gurunya luar biasa," katanya.
Menurutnya, sekolah swasta sebenarnya adalah mitra sekolah negeri. Semua sekolah harus berkolaborasi, sehingga tidak ada diskriminasi.
___