Fri, 13 Jul 2018
Tulisan oleh: Drs. I Nyoman Sudiatma, M. Pd.
Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Dengan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa menumbuhkan karakter adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa sehingga “berbentuk” unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Ibarat sebuah huruf dalam alfabet yang tak pernah sama antara huruf yang satu dengan huruf yang lain, demikanlah orang-orang yang berkarakter dapat dibedakan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Jadi karakter itu adalah ciri khas dari seseorang yang tercermin dari wataknya.
Apakah semua karakter ada manfaatnya?
Jawabannya, pasti semua karakter bermanfaat. Permasalahannya adalah tergantung kecerdasan seseorang menempatkan dan memanfaatkannya. Jika dalam menempatkan huruf menjadi sebuah kata atau menyusun kata-kata menjadi kalimat tidak cerdas, maka kata atau kalimat yang dihasilkan menjadi tidak bermanfaat, bahkan orang lain tidak akan pernah mengerti dengan susunan kata atau kalimat yang dibuat, contoh; jika menyusun sebuah kata hanya dari konsonan saja (huruf mati saja) maka orang akan sulit membaca, demikian juga halnya menempatkan kata dalam sebuah kalimat tidak benar. Jadi karakter akan sangat bermanfaat jika kita mampu secara cerdas menempatkan penggunaannya.
Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills) sebagai manifestasi dari nilai, kemampuan, kapsitas moral dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Karakter mengandung nilai-nilai yang khas baik (tau nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam berperilaku yang semua itu secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, mengamanatkan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Sementara itu semua unsur sumberdaya pendidikan yang paling mempunyai kontribusi signifikan agar bisa mewujudkan semua itu adalah kurikulum. Permendikbud No. 57 Tahun 2014, tentang kurikulum 2013 SD/MI dalam implementasinya bertujuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Sesungguhnya esensi dari kurikulum 2013 terdiri dari tiga komponen, yaitu; (1) Penguatan pendidikan karakter (PPK), (2) Literasi dan (3) Keterampilan abad 21 yang dikenal dengan 4C; (C1) Critical thinking, (C2) Communication skills, (C3) Creative, dan (C4) Colaborative. Penguatan pendidikan karakter yang diintegrasikan dalam pembelajaran jenjang sekolah dasar dengan implementasi tematik, dimana sekolah mendisain sendiri tema dan prioritas nilai pendidikan karakter yang akan ditekankan, serta mengalokasikan waktu khusus untuk mengajarkan nilai-nilai tertentu sebagai prioritas pembentukan karakter, tentu harus melalui manajemen kelas dan model pembelajaran yang inovatif serta kontekstual.
Penguatan pendidikan karakter (PPK) merupakan proses pembentukan, transformasi, transmisi, dan mengembangkan potensi peserta didik agar bisa berpikir baik, berhati baik dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. PPK berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. Untuk bisa meraih semua itu tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena harus menghadapi berbagai tantangan seperti:
Sementara itu, indeks perspektif penyelenggara pendidikan di tingkat daerah tentang urgensi penanggulangan permasalahan di sekolah masih sangat banyak dan kompleks. Seperti penanganan bencana, pola makan tak sehat pada anak, penyebaran paham radikalisme, tindakan kekerasan, penyimpangan seksual, pornografi, dan penyalahgunaan narkoba.
Melihat berbagai persoalan yang mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, maka penguatan pendidikan karakter menjadi sangat penting dan mendesak harus diimplementasikan di setiap jenjang pendidikan mengingat; (1) pembangunan SDM merupakan pondasi pembangunan bangsa, (2) menuju generasi emas 2045 yang dibekali keterampilan abad 21, (3) kencendrungan terjadinya degradasi moralitas, etika, dan budi perkerti.
Kuatnya keinginan pemerintah untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional, agenda Nawacita No. 8, Trisakti Pembangunan dan Generasi Emas 2045, pemerintah melalui kemendikbud mengeluarkan Permen No. 23 Tahun 2017 tentang hari sekolah. Namun kemudian menimbulkan pro dan kontra, bahkan mendapat perlawanan dari berbagai elemen masyarakat yang akhirnya memaksa Presiden Joko Widodo harus mengeluarkan Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Tujuan mulia pemerintah yang telah diprogramkan mendapat tantangan bahkan perlawanan dari berbagai elemen masyarakat hingga pemerintah daerah yang belum memahami sepenuhnya tentang penerapan lima hari sekolah dan PPK.
Harapan pemerintah untuk mewujudkan Generasi Emas 2045 dan generasi yang teknohumanistik harusnya gayung bersambut. Karena untuk bisa mewujudkan semua itu harus melalui pelibatan publik dan kerjasama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental.